DAMPAK
KORUPSI
TERHADAP
PENEGAKAN HUKUM
Disusun Oleh :
DEDEN
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan anugerah dan nikmat-Nya
sehingga makalah tentang Dampak Korupsi
Terhadap Penegakan Hukum dapat terselesaikan tepat
dengan waktu yang diharapkan.
Makalah ini dibuat
dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi, dengan tujuan agar
mahasiswa dan mahasiswi memahami dan
mengetahui materi dari makalah tersebut.
Ucapan terimakasih
saya sampaikan kepada dosen mata kuliah Pendidikan
Anti Korupsi yang senantiasa mendampingi dan membimbing
kami dalam penyusunanan makalah ini. Tak lupa kami mengucapkan segenap rasa
terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semangatnya
kepada kami.
Tentunya makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan.
Akhirnya, semoga
makalah ini bisa menjadi referensi dalam pembelajaran Pendidikan Anti Korupsi
dalam kelas.
Malingping,
November 2016
Penyusun
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR
ISI.................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan........................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masalah Penegakan Hukum Di Indonesia.................................... 3
B. Peranan Penegak Hukum............................................................... 6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................................. 9
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Permasalahan penegakan hukum akhir-akhir ini menjadi perhatian masyarakat
luas yang mulai menunjukkan sikap prihatin karena penegakan hukum yang terjadi
selama ini belum memberikan arah penegakan hukum yang benar sesuai dengan
harapan masyarakat dalam penyelenggaraan Negara hukum Indonesia.
Masyarakat telah sepakata meletakkan dasar reformasi pada tiga pilar,
yaitu pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang ketiganya bertumpu
kepada hukum dan penegakan hukum. Reformasi di bidang hukum dimulai dengan
melakukan perubahan atau amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 (selanjutnya ditulis UUD RI 1945) dan dilanjutkan dengan serangkaian
perubahan undang-undang yang berkaitan dengan penyelenggaraan demokrasi dan
undang-undang yang esensinya melanjutkan sikap yang anti KKN dalam lapangan
hukum administrasi dan hukum pidana.
Dalam perjalannya selama kurang lebih 13 tahun, reformasi di bidang
hukum dan penegakan hukum menunjukkan indikasi yang tidak menggembirakan yang
ditandai dengan kecemasan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum, terutama
ditujukan kepada tindak pidana korupsi dan tindak pidana dalam penyelenggaraan
Negara.
Pada dua sektor yang terakhir ini (tindak pidana korupsi dan tindak
pidana dalam penyelenggaraan Negara) dalam perkembangannya menunjukkan gelagat
yang tidak menggembirakan dan masyarakat mulai curiga dan meulai tidak percaya
karena ada dugaan terjadinya permainan politik dalam praktek penegakan hukum.
Permainan politik ini tidak sama dengan intervensi politik terhadap aparat
penegak hukum, tetapi lebih jauh lagi terjadi konspirasi antara pemegang
kendali politik/kekuasaan, pembentuk hukum dan dengan aparat penegak hukum dan
hakim.
Problem hukum dan penegakan hukum tersebut tercermin dari adanya
indikasi rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum mulai merembet
naik dan adanya gejala masyarakat cenderung menyelesaikan sendiri di luar
pengadilan meskipun perbuatan tersebut melanggar hukum (melakukan penghakiman
sendiri) dan sekarang mulai ada gerakan untuk menuntut secara resmi dan
pengesahan mengenai penyelesaian perkara di luar pengadilan untuk perkara
pidana serta dibentuknya berbagai komisi independen yang diberi wewenang di
bidang penegakan hukum sebagai bentuk lain dari ketidak percayaan masyarakat
terhadap hukum dan penegakan hukum yang terjadi selama ini.
Dalam kaitan dengan permasalahan hukum tersebut di atas, pembahasan
dalam makalah ini dibatasi terhadap dua permasalahan hukum yaitu problem
penegakan hukum di Indonesia dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan
praktek hukum yang menimbulkan sikap apatisme masyarakat. Dari hasil pembahasan
terhadap dua problem hukum tersebut kemudian dicarikan alternatif pemecahannya
dan rekomendasi.
B.
Perumusan
Masalah
1. Bagaimana
problematika penegakan hukum tindak pidana korupsi?
2. Apa peranan
penegak hukum?
C.
Tujuan
Pembahasan
1. Untuk memberi
pemahaman serta gambaran problematika penegakan hukum tindak pidana korupsi.
2. Untuk
mengetahui peranan penegak hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Masalah
Penegakan Hukum Di Indonesia Saat Ini
Negara Indonesia adalah negara modern yang terlahir berdampingan erat
dengan hukum. Hukum sebenarnya digunakan sebagai penegak keadilan bagi
masyarakat yang memang masih belum tercapai. Namun tentu saja, melihat ada
banyaknya parktik negatif penegakan hukum belakangan ini, penegakan hukum di
negara hukum Indonesia ini akan terlihat lemah dan statusnya akan terancam.
Sehingga menyebabkan banyaknya kritik terhadap hukum Indonesia dibanding
pujian.
Banyak dari kalangan masyarakat menilai bahwa hukum itu bisa dibeli.
Sehingga bagi mereka yang memiliki kekuasaan, bagi mereka yang memiliki banyak
uang bisa berada di posisi aman walaupun melanggar aturan negara. Apakah
pemikiran mereka ini ada benarnya?
Kemungkinan adanya campur tangan politik/politisi menjadikan robohnya
negara hukum Indonesia. Ada tiga hal penyakit politik, yaitu politik uang,
poitik kekerasan, dan politik yang tidak mencerdaskan. Banyak kasus-kasus yang
dibuat rumit. Keadaan hukum justru diputar balikkan dengan strategi politik.
Semakin banyaknya kasus korupsi memperlihatkan bagaimana perkembangan
hukum pada saat ini. Kalau dilihat dengan seksama, pada masa pemerintahan
terdahulu, korupsi itu minimalis sekali, adapun yang korupsi berkisar jutaan
saja, namun berapa angka nominal para koruptor saat ini, milyaran, triliyunan,
alangkah besar-berlipat ganda, dan bukan satu dua koruptor, tetapi lebih dari
itu.
Baru pada masa pemerintahan kali ini, banyak dari kalangan masyarakat
secara umum menilai bahwa penegakan hukum di Indonesia sangatlah buruk. Begitu
juga publik menilai bahwa kinerja pemerintah dalam memberantas korupsi juga
begitu buruk. Padahal sebelum pemerintahan masa kini, ada penilaian positif
terhadap pemberantasan korupsi.
Tingkat kejahatan terus meninggi, korupsi pun tinggi, kepastian hukum
yang lemah dan rendah, penyelesaian yang tidak berkualitas serta tidak
efisiennya penyelenggaraan negara, jika hal ini terus berlanjut, kepercayaan
masyarakat publik terhadap pemberantasan korupsi dan penegak hukum, khususnya,
akan merosot.
Apa yang salah dari sini? Banyak kesalahan yang terjadi, salah satu
faktornya adalah ketidak tegasan hukum di Indonesia. Adanya suap menyuap bagi
pihak A terhadap B, bahkan kasus-kasus penyuapan juga banyak terjadi pada
kehidupan sehari-hari yang juga banyak dilakukan oleh pihak instansi
pemerintahan.
Para pengamen-pengamen di jalanan membuat syair berikut “Maling-maling
kecil dipersulit, maling-maling besar dilindungi”. Bisa dilihat kembali dari
beberapa kasus maling sendal, maling buah “maling-maling kecil” yang ditangkap
dan begitu dipersulit. Sedangkan koruptor bisa ‘bernafas lega’ sepuasnya.
Diskriminasi mulai terjadi dalam hukum Indonesia saat ini.
Penegakan hukum yang terjadi saat ini, yang benar bisa menjadi salah
yang salah bisa menjadi benar. Praktik mafia hukum di Indonesia saat ini justru
semakin merajalela. Namun penegakan hukum saat ini sangat lamban, banyaknya
kasus kejahatan-kejahatan yang disikapi secara lamban akan menggerus hukum
semakin rendah.
Kondisi yang
demikian atau katakanlah kualitas dari penegakan hukum yang buruk seperti itu
akan sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kekuatan demokrasi
Indonesia. Mental rusak para penegak hukum yang memperjualbelikan hukum sama
artinya dengan mencederai keadilan. Mencederai keadilan atau bertindak tidak
adil tentu saja merupakan tindakan gegabah melawan kehendak rakyat.
Di Indonesia, tujuan hukum adalah untuk membentuk suatu pembentukan
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa serta ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Jika hukum tidak lagi dapat bekerja
sesuai tujuan dan sebagaimana fungsinya maka itu menandakan upaya-upaya
reformasi hukum sudah waktunya dilakukan.
Harus diingat bahwa hukum senantiasa tertuju pada tiga tujuan utama
yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan atau kegunaan. Ketiga tujuan
hukum tersebut harus termanisfestasi dalam peraturan perundang-undangan hingga
pelaksanaan dalam praktek hukum. Oleh sebab itu, maka bagian kepemerintah dan
aparat penegak hukum harus menyadari hal itu sehingga mampu mewujudkan ketiga
tujuan hukum itu dengan baik dan sungguh-sungguh.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu hukum yang
memang sudah tertera dalam undang-undang, pihak-pihak yang menegakan hukum itu
sendiri, sarana atau fasilitas dalam penegakan hukum, hukum yang tertera dalam
lingkungan masyarakat, dan kebudayaannya sendiri (nilai-nilai yang tertera).
Keefektivitasannya hukum di Indonesia juga bergantung dari faktor-faktor ini.
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu,
maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.
Pengawasan terhadap kewenangan hakim perlu dilakukan dalam rangka
membatasi kekuasaannya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Salah satu caranya
adalah dengan menunjukkan keteladanan dan menekankan pada rasa malu untuk
membuat kesalahan. Dari sinilah akan terlihat martabat seorang hakim.
Namun ada beberapa yang harus dipikirkan dan pertimbangkan lagi, negara
ini akan maju dan baik juga karena adanya kepercayaan masyarakat publik, ketika
keputusan hakim terus dianggap salah, masih adanya ketidak percayaan terhadap
pengadilan dan hukum, maka penegakan hukum secara umum akan selalu dianggap
buruk.
Ada kalanya masyarakat kurang mengetahui alasan-alasan dari pengambilan
keputusan hakim, sehingga hukuman yang tidak sebanding pun dianggap masyarakat
tidak adil. Biarkan keputusan hakim berjalan, adanya opini-opini negatif
ataupun kritik mengenai hukum Indonesia sangatlah wajar, hal ini terkait
perkembangan penegakan hukum itu sendiri. Dari pihak hakim pun harus
menunjukkan kepada publik bahwa penegakan hukum beserta hakim yang terlibat
memutuskan hukum memiliki martabat dan menunjukkan adanya keadilan. Dari
situlah penegakan hukum negara Indonesia ini akan kembali bernilai positif.
Pentingnya menata dan memperbaiki tatanan penegakan hukum negara
Indonesia saat ini perlu dilaksanakan. Konsistensi dalam hukum juga sangat
diperlukan untuk kebaikan penegakan hukum dan keadilan.
Oleh karena itu, bagian terpenting disini, tantangan terberat bagi
penegak hukum adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan
hukum di Indonesia saat ini.
B.
Peranan
Penegak Hukum
Menurut Sudikno Mertokusumo tujuan pokok hukum adalah menciptakan
tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan
tercapainya ketertiban dalam masyarakat diharapakan kepentingan manusia akan
terindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan
kewajiaban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur
cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.
Hal tersebut di atas tidak mungkin terwujud dalam masyarakat jika aparat
penegak hukum tidak memainkan perannya dengan maksimal sebagai penegak hukum.
Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan
(status) dan peranan (role). Kedudukan (sosial) merupakan posisi tertentu dalam
struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah.
Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya adalah hak-hak
dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban itu merupakan
peranan (role). Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu,
lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya
merupakan wewenang untuk berbuat dan tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah
beban atau tugas. Suatu peranan tertentu, dapat dijabarkan dalam
unsur-unsur sebagai berikut:
1. Peranan yang
ideal (ideal role),
2. Peranan yang
seharusnya (expected role),
3. Peranan yang
dianggap oleh diri sendiri (perceived role), dan
4. Peranan yang
sebenarnya dilakukan (aktual role).
Seorang penegak hukum, sebagaimana halnya dengan warga masyarakat
lainnya, lazimnya mempunyai beberapa kedudukan dan peranan sekaligus. Dengan
demikian tidaklah mustahil, bahwa antara berbagai kedudukan dan peranan timbul
konflik (status conflict dan conflict of role). Kalau dalam kenyataannya
terjadi suatu kesenjangan antara peranan yang seharusnya dengan peranan yang
sebenarnya dilakukan atau peranan aktual, maka terjadi suatu kesenjangan
peranan (role-distace).Masalah peranan dianggap penting, oleh karena pembahasan
menganai penegak hukum sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi
(pertimbangan). Sebagaimana dikatakan di muka, maka diskresi menyangkut
pengambilan keputusan yang tidak sangat terikat oleh hukum, di mana penilaian
pribadi juga memegang peranan. Di dalam penegakan hukum diskresi sangat penting
karena:
- tidak ada peraturan perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya, sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia,
- adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan perundang-undangan dengan perkembangan-perkembangan di dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakpastian,
- kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan sebagaimana yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang, dan
- adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus.
Penggunaan perspektif peranan dianggap mempunyai keuntungan-keuntungan
tertentu, oleh karena:
- faktor utama adalah dinamika masyarakat,
- lebih mudah untuk membuat suatu proyeksi, karena pemusatan perhatian pada segi prosesual,
- lebih memperhatikan pelaksanaan hak dan kewajiban serta tanggung jawab, daripada kedudukan dengan lambang-lambangnya yang cenderung bersifat konsumtif.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi
serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber
dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem
administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti
halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di
Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk
membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak
kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan
terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah
sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan
korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi “jalan tak ada
ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya
untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem
sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.
DAFTAR PUSTAKA
http://didiklaw.blogspot.co.id/2013/10/makalah-tentang-problematika-penegakan_30.html