Rabu, 16 November 2016

Dampak Korupsi Terhadap Penegakan Hukum




DAMPAK KORUPSI
TERHADAP PENEGAKAN HUKUM










Disusun Oleh :
DEDEN



UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2016


KATA  PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan anugerah dan nikmat-Nya sehingga makalah tentang Dampak Korupsi Terhadap Penegakan Hukum dapat terselesaikan tepat dengan waktu yang diharapkan.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi, dengan tujuan agar mahasiswa dan mahasiswi  memahami dan mengetahui materi dari makalah tersebut.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada dosen mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi yang senantiasa mendampingi dan membimbing kami dalam penyusunanan makalah ini. Tak lupa kami mengucapkan segenap rasa terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semangatnya kepada kami.
Tentunya makalah ini masih jauh dari kata sempurna, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
Akhirnya, semoga makalah ini bisa menjadi referensi dalam pembelajaran Pendidikan Anti Korupsi dalam kelas.


                                                                 Malingping,  November 2016


                                                                Penyusun





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang.................................................................................. 1
B.   Rumusan Masalah............................................................................ 2
C.   Tujuan Pembahasan........................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Masalah Penegakan Hukum Di Indonesia.................................... 3
B.   Peranan Penegak Hukum............................................................... 6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 10
           


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Permasalahan penegakan hukum akhir-akhir ini menjadi perhatian masyarakat luas yang mulai menunjukkan sikap prihatin karena penegakan hukum yang terjadi selama ini belum memberikan arah penegakan hukum yang benar sesuai dengan harapan masyarakat dalam penyelenggaraan Negara hukum Indonesia.
Masyarakat telah sepakata meletakkan dasar reformasi pada tiga pilar, yaitu pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang ketiganya bertumpu kepada hukum dan penegakan hukum. Reformasi di bidang hukum dimulai dengan melakukan perubahan atau amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD RI 1945) dan dilanjutkan dengan serangkaian perubahan undang-undang yang berkaitan dengan penyelenggaraan demokrasi dan undang-undang yang esensinya melanjutkan sikap yang anti KKN dalam lapangan hukum administrasi dan hukum pidana. 
Dalam perjalannya selama kurang lebih 13 tahun, reformasi di bidang hukum dan penegakan hukum menunjukkan indikasi yang tidak menggembirakan yang ditandai dengan kecemasan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum, terutama ditujukan kepada tindak pidana korupsi dan tindak pidana dalam penyelenggaraan Negara.
Pada dua sektor yang terakhir ini (tindak pidana korupsi dan tindak pidana dalam penyelenggaraan Negara) dalam perkembangannya menunjukkan gelagat yang tidak menggembirakan dan masyarakat mulai curiga dan meulai tidak percaya karena ada dugaan terjadinya permainan politik dalam praktek penegakan hukum. Permainan politik ini tidak sama dengan intervensi politik terhadap aparat penegak hukum, tetapi lebih jauh lagi terjadi konspirasi antara pemegang kendali politik/kekuasaan, pembentuk hukum dan dengan aparat penegak hukum dan hakim.
Problem hukum dan penegakan hukum tersebut tercermin dari adanya indikasi rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum mulai merembet naik dan adanya gejala masyarakat cenderung menyelesaikan sendiri di luar pengadilan meskipun perbuatan tersebut melanggar hukum (melakukan penghakiman sendiri) dan sekarang mulai ada gerakan untuk menuntut secara resmi dan pengesahan mengenai penyelesaian perkara di luar pengadilan untuk perkara pidana serta dibentuknya berbagai komisi independen yang diberi wewenang di bidang penegakan hukum sebagai bentuk lain dari ketidak percayaan masyarakat terhadap hukum dan penegakan hukum yang terjadi selama ini.
Dalam kaitan dengan permasalahan hukum tersebut di atas, pembahasan dalam makalah ini dibatasi terhadap dua permasalahan hukum yaitu problem penegakan hukum di Indonesia dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan praktek hukum yang menimbulkan sikap apatisme masyarakat. Dari hasil pembahasan terhadap dua problem hukum tersebut kemudian dicarikan alternatif pemecahannya dan rekomendasi.

B.   Perumusan Masalah
1.    Bagaimana problematika penegakan hukum tindak pidana korupsi?
2.    Apa peranan penegak hukum?

C.   Tujuan Pembahasan
1.    Untuk memberi pemahaman serta gambaran problematika penegakan hukum tindak pidana korupsi.
2.    Untuk mengetahui peranan penegak hukum.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Masalah Penegakan Hukum Di Indonesia Saat Ini
Negara Indonesia adalah negara modern yang terlahir berdampingan erat dengan hukum. Hukum sebenarnya digunakan sebagai penegak keadilan bagi masyarakat yang memang masih belum tercapai. Namun tentu saja, melihat ada banyaknya parktik negatif penegakan hukum belakangan ini, penegakan hukum di negara hukum Indonesia ini akan terlihat lemah dan statusnya akan terancam. Sehingga menyebabkan banyaknya kritik terhadap hukum Indonesia dibanding pujian.
Banyak dari kalangan masyarakat menilai bahwa hukum itu bisa dibeli. Sehingga bagi mereka yang memiliki kekuasaan, bagi mereka yang memiliki banyak uang bisa berada di posisi aman walaupun melanggar aturan negara. Apakah pemikiran mereka ini ada benarnya? 
Kemungkinan adanya campur tangan politik/politisi menjadikan robohnya negara hukum Indonesia. Ada tiga hal penyakit politik, yaitu politik uang, poitik kekerasan, dan politik yang tidak mencerdaskan. Banyak kasus-kasus yang dibuat rumit. Keadaan hukum justru diputar balikkan dengan strategi politik.
Semakin banyaknya kasus korupsi memperlihatkan bagaimana perkembangan hukum pada saat ini. Kalau dilihat dengan seksama, pada masa pemerintahan terdahulu, korupsi itu minimalis sekali, adapun yang korupsi berkisar jutaan saja, namun berapa angka nominal para koruptor saat ini, milyaran, triliyunan, alangkah besar-berlipat ganda, dan bukan satu dua koruptor, tetapi lebih dari itu.
Baru pada masa pemerintahan kali ini, banyak dari kalangan masyarakat secara umum menilai bahwa penegakan hukum di Indonesia sangatlah buruk. Begitu juga publik menilai bahwa kinerja pemerintah dalam memberantas korupsi juga begitu buruk. Padahal sebelum pemerintahan masa kini, ada penilaian positif terhadap pemberantasan korupsi.
Tingkat kejahatan terus meninggi, korupsi pun tinggi, kepastian hukum yang lemah dan rendah, penyelesaian yang tidak berkualitas serta tidak efisiennya penyelenggaraan negara, jika hal ini terus berlanjut, kepercayaan masyarakat publik terhadap pemberantasan korupsi dan penegak hukum, khususnya, akan merosot.
Apa yang salah dari sini? Banyak kesalahan yang terjadi, salah satu faktornya adalah ketidak tegasan hukum di Indonesia. Adanya suap menyuap bagi pihak A terhadap B, bahkan kasus-kasus penyuapan juga banyak terjadi pada kehidupan sehari-hari yang juga banyak dilakukan oleh pihak instansi pemerintahan.
Para pengamen-pengamen di jalanan membuat syair berikut “Maling-maling kecil dipersulit, maling-maling besar dilindungi”. Bisa dilihat kembali dari beberapa kasus maling sendal, maling buah “maling-maling kecil” yang ditangkap dan begitu dipersulit. Sedangkan koruptor bisa ‘bernafas lega’ sepuasnya. Diskriminasi mulai terjadi dalam hukum Indonesia saat ini.
Penegakan hukum yang terjadi saat ini, yang benar bisa menjadi salah yang salah bisa menjadi benar. Praktik mafia hukum di Indonesia saat ini justru semakin merajalela. Namun penegakan hukum saat ini sangat lamban, banyaknya kasus kejahatan-kejahatan yang disikapi secara lamban akan menggerus hukum semakin rendah.
Kondisi yang demikian atau katakanlah kualitas dari penegakan hukum yang buruk seperti itu akan sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kekuatan demokrasi Indonesia. Mental rusak para penegak hukum yang memperjualbelikan hukum sama artinya dengan mencederai keadilan. Mencederai keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan tindakan gegabah melawan kehendak rakyat.
Di Indonesia, tujuan hukum adalah untuk membentuk suatu pembentukan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Jika hukum tidak lagi dapat bekerja sesuai tujuan dan sebagaimana fungsinya maka itu menandakan upaya-upaya reformasi hukum sudah waktunya dilakukan.
Harus diingat bahwa hukum senantiasa tertuju pada tiga tujuan utama yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan atau kegunaan. Ketiga tujuan hukum tersebut harus termanisfestasi dalam peraturan perundang-undangan hingga pelaksanaan dalam praktek hukum. Oleh sebab itu, maka bagian kepemerintah dan aparat penegak hukum harus menyadari hal itu sehingga mampu mewujudkan ketiga tujuan hukum itu dengan baik dan sungguh-sungguh.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu hukum yang memang sudah tertera dalam undang-undang, pihak-pihak yang menegakan hukum itu sendiri, sarana atau fasilitas dalam penegakan hukum, hukum yang tertera dalam lingkungan masyarakat, dan kebudayaannya sendiri (nilai-nilai yang tertera). Keefektivitasannya hukum di Indonesia juga bergantung dari faktor-faktor ini.
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.
Pengawasan  terhadap kewenangan hakim perlu dilakukan dalam rangka membatasi kekuasaannya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Salah satu caranya adalah dengan menunjukkan keteladanan dan menekankan pada rasa malu untuk membuat kesalahan. Dari sinilah akan terlihat martabat seorang hakim.
Namun ada beberapa yang harus dipikirkan dan pertimbangkan lagi, negara ini akan maju dan baik juga karena adanya kepercayaan masyarakat publik, ketika keputusan hakim terus dianggap salah, masih adanya ketidak percayaan terhadap pengadilan dan hukum, maka penegakan hukum secara umum akan selalu dianggap buruk.
Ada kalanya masyarakat kurang mengetahui alasan-alasan dari pengambilan keputusan hakim, sehingga hukuman yang tidak sebanding pun dianggap masyarakat tidak adil. Biarkan keputusan hakim berjalan, adanya opini-opini negatif ataupun kritik mengenai hukum Indonesia sangatlah wajar, hal ini terkait perkembangan penegakan hukum itu sendiri. Dari pihak hakim pun harus menunjukkan kepada publik bahwa penegakan hukum beserta hakim yang terlibat memutuskan hukum memiliki martabat dan menunjukkan adanya keadilan. Dari situlah penegakan hukum negara Indonesia ini akan kembali bernilai positif.
Pentingnya menata dan memperbaiki tatanan penegakan hukum negara Indonesia saat ini perlu dilaksanakan. Konsistensi dalam hukum juga sangat diperlukan untuk kebaikan penegakan hukum dan keadilan.
Oleh karena itu, bagian terpenting disini, tantangan terberat bagi penegak hukum adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia saat ini.

B.   Peranan Penegak Hukum
Menurut Sudikno Mertokusumo tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat diharapakan kepentingan manusia akan terindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiaban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.
Hal tersebut di atas tidak mungkin terwujud dalam masyarakat jika aparat penegak hukum tidak memainkan perannya dengan maksimal sebagai penegak hukum. Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan (sosial) merupakan posisi tertentu dalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban itu merupakan peranan (role). Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat dan tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Suatu peranan  tertentu, dapat dijabarkan dalam unsur-unsur sebagai berikut:

1.    Peranan yang ideal (ideal role),
2.    Peranan yang seharusnya (expected role),
3.    Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role), dan
4.    Peranan yang sebenarnya dilakukan (aktual role).

Seorang penegak hukum, sebagaimana halnya dengan warga masyarakat lainnya, lazimnya mempunyai beberapa kedudukan dan peranan sekaligus. Dengan demikian tidaklah mustahil, bahwa antara berbagai kedudukan dan peranan timbul konflik (status conflict dan conflict of role). Kalau dalam kenyataannya terjadi suatu kesenjangan antara peranan yang seharusnya dengan peranan yang sebenarnya dilakukan atau peranan aktual, maka terjadi suatu kesenjangan peranan (role-distace).Masalah peranan dianggap penting, oleh karena pembahasan menganai penegak hukum sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi (pertimbangan). Sebagaimana dikatakan di muka, maka diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang tidak sangat terikat oleh hukum, di mana penilaian pribadi juga memegang peranan. Di dalam penegakan hukum diskresi sangat penting karena:

  1. tidak ada peraturan perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya, sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia,
  2. adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan perundang-undangan dengan perkembangan-perkembangan di dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakpastian,
  3. kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan sebagaimana yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang, dan
  4. adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus.

Penggunaan perspektif peranan dianggap mempunyai keuntungan-keuntungan tertentu, oleh karena: 
  1. faktor utama adalah dinamika masyarakat,
  2. lebih mudah untuk membuat suatu proyeksi, karena pemusatan perhatian pada segi prosesual,
  3. lebih memperhatikan pelaksanaan hak dan kewajiban serta tanggung jawab, daripada kedudukan dengan lambang-lambangnya yang cenderung bersifat konsumtif.







BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi “jalan tak ada ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.




DAFTAR PUSTAKA

http://didiklaw.blogspot.co.id/2013/10/makalah-tentang-problematika-penegakan_30.html

Rabu, 09 November 2016

LIBERALISME



LIBERALISME
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Pendidikan Kewarga Negaraan
Dosen : Nurjamal S.Ip






Disusun Oleh :
DEDEN



UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
2016


KATA  PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan anugerah dan nikmat-Nya sehingga makalah tentang Liberalisme dapat terselesaikan tepat dengan waktu yang diharapkan.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarga Negaraan, dengan tujuan agar mahasiswa dan mahasiswi  memahami dan mengetahui materi dari makalah tersebut.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada dosen mata kuliah Pendidikan Kewarga Negaraan yang senantiasa mendampingi dan membimbing kami dalam penyusunanan makalah ini. Tak lupa kami mengucapkan segenap rasa terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semangatnya kepada kami.
Tentunya makalah ini masih jauh dari kata sempurna, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
Akhirnya, semoga makalah ini bisa menjadi referensi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarga Negaraan dalam kelas.



Malingping,  November 2016


Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Liberalisme berpengaruh terhadap perkembangan paham demokrasi dan nasionalisme atas bangsa-bangsa di dunia. Setiap individu mempunyai hak untuk menjalankan kepentingan yang diwujudkan dalam sistem demokrasi liberal sehingga melahirkan fungsi parlemen sebagai lembaga pemerintahan rakyat. Seterusnya, pemilihan umum dilakukan untuk memilih para anggota parlemen, dan setiap orang berhak memberikan satu suara. Dalam pemilu sering terjadi persaingan mencari kekuasaan politik. Masuknya seseorang menjadi anggota parlemen otomatis akan berpengaruh terhadap penetapan undang-undang atau jatuh bangunnya sebuah kabinet.
  1. Rumusan Masalah
    1.      Apa Pengertian Liberalisme?
    2.      Apa Bagaimana Sejarah Liberalisme?

    1. Tujuan Pembahasan
    1.      Untuk mengetahui pengertian Liberalisme
    2.      Untuk mengetahui Kebebasan- Kebebasan Dalam Paham Liberalisme
    3.      Untuk mengetahui sejarah Liberalisme
    BAB II
    PEMBAHASAN


    A.     Pengertian Liberalisme
    Liberalisme adalah faham yang menghendaki adanya kebebasan kemerdekaan individu di segala bidang, baik dalam bidang politik, ekonomi maupun agama. Liberalisme adalah suatu ideologi dan pandangan falsafat serta tradisi politik yang mendasar pada kebebasan dan kesamaan hak. Pada umumnya liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat untuk bebas dengan kebebasan berfikir bagi setiap individu dengan menolak adanya pembatasan bagi pemerintah dan agama, hal tersebut merupakan paham dari liberalisme. Paham liberalisme adalah berasal dari kata spanyol yaitu liberales, liberales merupakan nama suatu partai politik yang berkembang mulai pada abad ke-20, dimana pada waktu itu memiliki suatu tujuan demi memperjuangkan pemerintah yang berdasarkan konstitusi. Menurut faham itu titik pusat dalam hidup ini adalah individu. Karena ada individu, maka masyarakat dapat tersusun, dan karena ada individu pula negara dapat terbentuk. Oleh karena itu masyarakat atau negara harus selalu menghormati dan melindungi kebebasan kemerdekaan individu. Tiap-tiap Individu harus memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam bidang politik, ekonomi dan agama


    B.     Kebebasan- Kebebasan Dalam Paham Liberalisme 
    a.      Dalam Bidang Politik   
              Terbentuknya suatu negara merupakan kehendak dari individu-individu. Maka yang berhak mengatur menentukan segala-galanya adalah individu-individu itu. Dengan kata lain kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dalam suatu negara berada di tangan rakyat (demokrasi). Agar supaya kebebasan atau kemerdekaan individu tetap di hormati dan dijamin, maka harus disusun dibentuk Undang-Undang, Hukum, Parlemen dan lain-lain. Demokrasi yang dikehendaki oleh golongan liberal tadi kemudian dikenal sebagai Demokrasi Liberal. Dalam alam demokrasi liberal itu golongan yang kuat akan selalu memperoleh kemenangan, sedang golongan yang lemah akan selalu kalah. Meskipun demikian demokrasi itu hingga sekarang dapat berjalan dengan baik di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.

    b.      Dalam Bidang Ekonomi
    Liberalisme menghendaki adanya sistim ekonomi besar. Tiap-tiap individu, tiap orang, harus memiliki kebebasan kemerdekaan dalam berusaha, memilih mata pencaharian yang disukai, mengumpulkan harta benda dan lain-lain. Pemerintah jangan mencampuri masalah perekonomian, karena masalah itu adalah masalahnya individu. Semboyan Kaum Liberal yang terkenal berbunyi adalah "Laisser faire, laisser passer, ie monde va de lui meme" Artinya Produksi bebas, perdagangan bebas, dunia akan berjalan sendiri. Dalam alam ekonomi liberal akan terjadi persaingan hebat antara individu satu dengan individu lainnya. Pengusaha-pengusaha dengan modal besar akan mudah menelan pengusaha-pengusaha kecil. Akibatnya timbullah perusahaan-perusahaan raksasa yang dapat menguasai perekonomian negara dan politik negara. Jurang pemisah antara si kaya dan si miskin makin lama makin bertambah lebar dan dalam. 

          c.       Dalam Bidang Agama 
    Liberalisme menganggap masalah agama sebagai masalah indiviu, masalah pribadi. Tiap-tiap individu harus memiliki kebebasan kemerdekaan beragama. Oleh sebab itu Liberalisme menolak campur tangan negara (Pemerintah) dalam bidang agama. Kebebasan kemerdekaan beragama menurut pendapat liberalisme dapat diartikan : 
    • Bebas merdeka memilih agama yang disukai 
    • Bebas merdeka menjalankan ibadah menurut agama yang dianutnya. 
    • Bebas merdeka untuk tidak memilih menganut masalah satu agama. 





    C.     Sejarah Liberalisme
    Liberalisme pertama kali disuara gelorakan oleh golongan borjuis perancis pada abad ke-18 sebagai reaksi protes terhadap kepincangan keganjilan yang telah lama berakar kuat di Perancis. Sebagai akibat warisan sejarah masa lampau, di Perancis terdapat pemisahan pembedaan yang tajam sekali antara golongan berhak istimewa dan golongan tanpa hak. Golongan pertama memiliki segala-galanya. Seakan-akan golongan inilah yang memiliki negara Perancis. Mereka terdiri dari kaum bangsawan dan kaum alim atau ulama (padri). Golongan kedua hanya memiliki kewajiban, tidak mempunyai hak apa-apa. Mereka itu adalah rakyat Perancis, baik golongan borjius yang kaya raya maupun golongan rakyat biasa. Ibarat budak belian, rakyat harus selalu tunduk dan taat kepada tuannya, yaitu kaum bangsawan dan kaum padri. 

    Golongan Borjius yang diperlakukan sewenang-wenang tadi lalu berjuang untuk memperoleh kebebasan kemerdekaan sebagai kaum penguasa mereka menuntut memperjuangkan kebebasan atau kemerdekaan berusaha. Jadi kebebasan kemerdekaan dalam bidang ekonomi. Karena sejak adanya Colbertisme (abad ke-17),  pemerintah Perancis terlalu banyak mencampuri masalah kebebasan ekonomi perdagangan, sehingga sangat mengekang kebebasan kemerdekaan berusaha. Lambat laun tuntutan perjuangan golongan borjius tadi tidak terbatas pada kebebasan kemerdekaan dalam bidang ekonomi saja, melainkan juga dalam bidang politik dan agama. Reaksi protes golongan borjius terhadap kepincangan atau keganjilan tata masyarakat dan tata pemerintahan Perancis banyak dipengaruhi oleh karya tulisan Philosophes, misalnya Voltare, Rousseau, dan Montesquie
    • Voltare : Voltare (1694-1778), sebagai seorang penganut Rasionalisme banyak sekali mengemukakan kritikan atau kecaman terhadap kepincangan dan keganjilan yang terdapat di perancis. 
    • Jean Jacques Rousseau : Rousseau (1721-1778) yang menulis Du Contract Social, membentangkan pendapatnya mengenai tata negara. Menurut dia kedaulatan dalam suatu negara harus berada ditangan rakyat. 
    • Montesquie : Montesquie (1689-1755) menulis L'esprit des lois artinya jiwa undang-undang atau jiwa hukum. Dalam buku itu terdapat teorinya tentang Trias Politica. Ketiga kekuasaan yang dimaksud ialah : Legeslatif, Eksekutif dan Judikatif harus dipisah-pisahkan agar tidak terjadi sewenang-wenangan.
    Buah pikiran para Philosophes itu bukan hanya mempengaruhi golongan borjius, melainkan juga mempengaruhi rakyat jelata yang lebih tertekan dan tertindas. Di Perancis makin lama makin tertimbun perasaan tidak puas. Pada abad ke-18 golongan borjius merupakan golongan minoritas. Bila mereka sendirian melancarkan aksi kebebasan kemerdekaan, maka tidak mungkin akan berhasil. Oleh sebab itu mereka lalu mengajak golongan rakyat jelata untuk bersama-sama melawan menantang golongan bangsawan dan padri. Sebagai akibatnya pada tahun 1789 meletus Revolusi Perancis. Jadi, Revolusi Perancis itu sebenarnya revolusinya golongan borjius yang menuntut memperjuangkan kebebasan kemerdekaan. Mereka itu kemudian disebut Golongan Liberal (Golongan orang-orang yang bebas merdeka).
    Gerakan untuk mewujudkan Liberalisme membutuhkan waktu yang panjang dan lama. Di Perancis Liberalisme baru benar-benar dapat dilaksanakan pada tahun 1870, yaitu setelah Perancis menjadi Negara Republik yang ketiga. Dari Perancis gerakan liberalisme tadi menyebar ke negara-negara lain di daratan Eropa. Tatkala Eropa dilanda api Perang Koalisi (1792-1815) Napoleon Bonaparte beserta pasukannya menjelajahi hampir seluruh pelosok daratan Eropa. Walaupun di negerinya sendiri Napoleon memerintah sebagai seorang diktator, namun di daerah-daerah yang diduduki atau dikuasai ia selalu menganjur-anjurkan Pemerintahan yang berdasarkan Liberalisme. Setelah perang koalisi berakhir dan Napoleon jatuh, gerakan Liberalisme sudah tersebar luas di luar wilayah Perancis. Perkembangan Gerakan liberalisme di Perancis selalu di ikuti oleh negara-negara lain. Ketika di Perancis meletus Revolusi bulan Juli tahun 1830 dan revolusi bulan Februari tahun 1848, api revolusi itu dengan cepat menjalar ke negara-negara di sekitar Perancis (Belgia, Italia, Austria, dan Jerman).





    BAB III
    PENUTUP

    Kesimpulan
    Dalam bidang agama, penerapan paham liberalisme berarti bahwa setiap individu bebas memilih dan menentukan agamanya sendiri. Hal ini sangat berbeda, misalnya situasi pada masa sebelum terjadinya Reformasi Gereja masyarakat Eropa diwajibkan untuk memeluk agama yang dianut rajanya. Selain itu, liberalisme di bidang agama ini menghendaki adanya kebebasan berfikir individu. Artinya, individu mempunyai hak untuk mengungkapkan ekspresinya dan bukan berdasar atas kehendak gereja. Gejala tersebut pada akhirnya melahirkan Reformasi Gereja yang kemudian memunculkan agama baru, yaitu Kristen Protestan.
    Di bidang pers, politik liberalis memungkinkan seorang wartawan bebas memuat berita apa pun yang ia ketahui, sementara para sastrawan bebas mengeluarkan pendapat dan ungkapan hatinya. Masyarakat umum berhak membaca dan menilai sendiri tulisan-tulisan para wartawan dan sastrawan tersebut. Demikian artikel yang menjelaskan definisi, ciri-ciri dan perkembangan paham liberalisme di dunia.




    DAFTAR PUSTAKA
    http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-liberalisme-sejarah-liberalisme.html
    http://rossmalia.blogspot.co.id/2014/12/makalah-liberalisme.htmlhttp://elprima92.blogspot.co.id/2012/08/makalah-pemilihan-umum-calon-legislatif.html